Sebelumnya jujur saya
baru ngerti kalau ada kehidupan pesantren yang seperti itu. Dengan
keadaan (bebasnya) kehidupan ndalem..
Saya melihat ada
sebuah kebebasan yang menurut saya itu luar biasa bebasnya, dan ironisnya itu
menggunakan nama ‘karomah’, ‘wali’ dan ‘ngabdi’. Sejujurnya ketika
membaca langsung ada perasaan : ‘Lho kok? Hm?’ yang menandakan ketidaktahuan,
ketidakfahaman dan sedikit ketidaksetujuan. Mungkin itu semua karena saya yang
kurang terbuka dan tidak tahu apapun yang terjadi di luar sana, padahal
sepertinya settingnya ada di kabupaten tempat saya lahir, tinggal, dan
tumbuh besar. Dan bisa jadi semua itu terjadi karena itulah kehidupan sastra,
yang saya sebenarnya memang buta terhadap hal – hal yang berbau sastra. Hehe
Namun sejatinya tidak
ada sesuatu yang tidak dapat di ambil hikmahnya. Dan terlepas dari kebudayaan
ataupun peradaban dalam cerita itu, hikmah yang dapat di ambil kalau menurut
saya kurang lebih terkait fananya dunia, semuanya cuma senang senang kan?
Termasuk semua yang bersifat dunia, seperti kekayaan, kecantikan, dan lain
lain. Selain itu, adalah konsep takdir. Apalah itu jadinya, jika itu adalah
takdir, harus di jalankan kan? Dan semua itu bukan berarti buruk buat kita,
karena Allah sayang sama kita dan Maha Mengetahuiii banget apa yang terbaik
buat kita :) Dan di endingnya pun tokohnya menerima takdirnya kan? Hehe
Alhamdulillah, inilah
opini saya tentang novel ini. Saya juga ngga ahli nge-resensi atau berpikir
sekeren para pemikir yang menurut saya wow gitu. Hehe
Semoga kehidupan
selanjutnya lebih baik. Amiin
Salam Manis,
Exma Mu’tatal Hikmah
0 comments:
Post a Comment